Perhelatan Trade Expo Indonesia (TEI) menjadi ajang unjuk gigi bagi berbagai produk dalam negeri untuk konsumen asing pada khususnya dan dalam negeri pada umumnya. Acara tersebut juga merupakan wujud eksistensi produk lokal disaat gempuran produk buatan asing masuk ke Tanah Air. Namun, TEI yang ke-29 kali ini mendatangkan keuntungan tersendiri bagi para pelaku industri kreatif dalam negeri. Pasalnya, acara yang digelar di Jakarta Internasional Expo, Kemayoran, Jakarta Utara ini berdekatan dengan momen pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015 mendatang.
Keuntungannya ialah acara ini bisa dijadikan sebagai reminder atau pengingat pasar asing akan beraneka ragamnya produk lokal. Konsumen asing juga menjadi semakin mengetahui akan produktivitas dan kreativitas penduduk Indonesia saat memanfaatkan sejumlah komoditi yang dimiliki dalam negeri. Sejauh ini, dalam menyongsong pasar bebas ASEAN, Indonesia bagai menghadapi dua sisi mata uang. Di satu sisi kebijakan ini akan menguntungkan Indonesia, namun, di sisi lain juga berpotensi menjadi momentum kehancuran bangsa.
Ekonom Hendri Saparini menilai hingga saat ini pemerintah belum mempunyai kebijakan yang komprehensif menghadapi MEA pada awal 2015 mendatang. Menurut Hendri, negara lain seperti Malaysia dan Thailand sudah mempunyai strategi khusus agar negara mereka bisa mengambil keuntungan di pasar bebas ASEAN nantinya. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menilai, ketimbang takluk terhadap rasa takut, pemerintah dan dunia usaha lebih baik mencari peluang memanfaatkan pembukaan pasar bebas ASEAN sepenuhnya pada 2015.
"Sekarang ini sudah terjadi. Saya lebih senang daripada mempersalahkan yang menjadi ancaman kenapa tidak mencari peluang. Mungkin beberapa daerah sulit tapi bisa dipasang tambahan proteksi. Ini hanya sebuah sikap mental menghadapi AEC," tegasnya. Kasubdit Mitra Dialog I Direktur Asean Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan, Werdi Aryani mengatakan peluang penetrasi produk Indonesia di pasar regional masih terbuka lebar. Untuk produk dari bahan kulit, Indonesia sejauh ini sudah mampu mengekspor ke Vietnam, Malaysia, Thailand dan Filipina Belum lagi peralatan dan instrumen media, Indonesia sudah mampu ekspor ke Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Produk rempah-rempah untuk obat sudah dikenal di Malaysia, Singapura, Vietnam dan Thailand.
Untuk komoditas ikan dan produk ikan Indonesia sudah dipasok ke Thailand, Vietnam, Singapura dan Malaysia. Produk kerajinan asal Indonesia juga sudah menembus pasar Singapura dan Malaysia. Sedangkan untuk komoditas perhiasan, sejauh ini sudah dikenal di Singapura, Thailand dan Malaysia.
Berikut lensaterkini mencoba mengungkap sejumlah produk Indonesia yang menarik perhatian karena keunikannya. Kemunculan sejumlah produk ini diharapkan dapat menumbuhkan sedikit optimisme dan menjadi pendorong tumbuhnya produk baru dalam menyambut MEA mendatang. Dikutip dari Merdeka
Rumah Kerang asal Cirebon
Nur Handiyah, pemilik Multi Dimensi Shell Craft ini merangkai komoditi kerang yang ada di perairan laut Indonesia menjadi berbagai kerajinan tangan yang unik. "Semua kulit kerang yang ada di laut bahan bakunya," ungkap Nur saat ditemui merdeka.com, di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, Kamis (9/10). Dari usaha yang telah digelutinya sejak 2000 silam ini, Nur sudah melempar produknya ke sejumlah pasar internasional. "Afrika Selatan, Eropa, Timur Tengah, Thailand, Jepang sama Amerika Latin," ungkap Nur.
Nur mengungkapkan sejumlah pembeli yang dia miliki merupakan distributor di negaranya masing-masing. "Jadi saya menjual untuk wholesale. Bukan untuk personal. Demand yang paling banyak itu dari Amerika dan Eropa," tuturnya.
Nur mengungkapkan sejumlah pembeli yang dia miliki merupakan distributor di negaranya masing-masing. "Jadi saya menjual untuk wholesale. Bukan untuk personal. Demand yang paling banyak itu dari Amerika dan Eropa," tuturnya.
Dengan tangan emasnya, Nur menggambar design untuk kemudian diimplementasikan menjadi sebuah kerajinan tangan yang unik. "Ada tempat payung, jam, lampu, kalau furniture juga bisa. Ada tempat tidur, kursi. Total sekitar 4000 design," paparnya. Proses pengerjaannya pun terbilang tak mudah. "Setelah bahan baku didapatkan kemudian dikeringkan lalu dibersihkan untuk menghilangkan bau lalu kalau ingin buat beda ada juga yang diwarnai dulu kerang-kerangnya," ucapnya. Kemudian, lanjut Nur, kerang-kerang tersebut akan ditempel sesuai dengan design yang telah dibuat. "Ada juga yang dicetak dulu kerangnya. Seperti cetak bundar-bundar. Total proses pengerjaan sekitar 3 minggu," ungkapnya.
Dalam setahun pun, Nur dapat mengekspor ratusan produk. "Macam-macam. Kalau lampu bisa 600 piece, furniture 30 set. Satu tahun bisa sekitar 40 konteiner," ucapnya. Untuk harga pun, Nur menawarkan harga yang cukup terjangkau. Kisaran Rp 1 juta hingga Rp 20 juta. "Ini harga pabrik. Tapi biasanya mereka (pasar asing) bisa menaikkan harga hingga 12 kali lipat di negaranya. Kalau dari saya enggak mau terlalu mahal karena kan kita harus pikirkan pengirimannya juga," ungkap ibu anak 5 ini. Pada TEI kali ini, Nur pun tak berharap banyak. Pasalnya yang hendak dia bangun ialah perluasan jaringan kepada para pembeli.
"Kita di sini (TEI) misinya nambah jaringan yah. Jadi biasanya yang datang baru lihat-lihat dulu kemudian ninggalin kartu nama dan biasanya lanjut dengan mereka lihat-lihat di web kita," tuturnya. Untuk perawatannya sendiri, Nur menambahkan, cukup dengan melap satu produk dengan kain basah atau kering. "Cukup sering-sering dilap aja kok. Biar kotoran yang nempel itu gak ngendap. Nanti kan jadi jelek kalau ngendap," ucapnya. Pada produknya, Nur menawarkan konsep ecogreen. "Ini ecogreen sudah pasti karena memanfaatkan limbah. Harga jual tidak kalah bersaing dengan negara lain," ucapnya. "Dan yang tidak kalah penting ini produk unik, khas Indonesia banget," ucap Nur seraya promosi.
Radio AM/FM model vintage
Di era globalisasi saat ini, khalayak terus menerus disuapi sejumlah perlengkapan elektronik canggih di mana menggeser secara perlahan keberadaan barang-barang antik. Namun, hal itu tidak terjadi di PT Kriya Nusantara. Perusahaan yang masih satu grup dengan PT Panasonic ini justru mengedepankan keantikan sebagai nilai jual. Mereka memproduksi radio AM/FM yang dulu pernah menjadi primadona di zamannya.
Untuk menarik perhatian masyarakat, radio yang diproduksi di Bandung, Jawa Barat tersebut didesign ala vintage. "Produksi di Bandung. Di Jakarta ada gallerynya di Kemang sama Cawang," ungkap Marketing PT Kroya Nisantara, Tutuko kepada merdeka.com. Tutuko mengungkapkan, keunggulan produk tersebut yakni diproduksi serta didesign oleh putra bangsa. "Radio dengan motif vintage yang dikombinasi dengan metal working art. Kan jarang tuh sekarang radio-radio yang pake ornamen," tuturnya.
Seperti tak ada matinya, radio vintage tersebut telah dilempar ke pasar Timur Tengah. "Sudah diekspor ke Uni Emirat Arab, Dubai dan Kuwait," ungkapnya. Satu buah radio tersebut dibandrol dengan harga yang bervariasi. "Mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 3 juta. Tergantung design dan detail pengerjaannya," ucap Tutuko. Agar radio unik ini bisa dioperasikan, konsumen tinggal menyediakan empat buah batu baterai berukuran besar yang nantinya akan diletakkan pada bagian belakang radio.
Produk yang mulai diproduksi pada 2008 ini telah mampu melempar sekitar 500 unit ke pasar asing di tiap tahunnya. "Demandnya kebanyakan dari luar negeri," ucapnya. Pada pameran Trade Expo Indonesia (TEI) kali ini pun sudah ada pembeli asal Vietnam serta Timur Tengah yang confirm membeli produk tersebut. "Kalau yang dari Vietnam itu katanya nanti mau dijual lagi. Jadi dia beli sample dulu. Kalau yang dari Timur Tengah itu dari perushaaan advertising," ungkapnya.
"Jadi dia mau beli katanya buat stok souvenir gitu kalau ada acara di sana," ucap Tutuko seraya tersenyum. Kedepannya, lanjut Tutuko, pihaknya berencana menembus pasar Eropa. "Tapi kalau pasar eropa itu enggak minat radio AM/FM. Mereka lebih minat radio digital. Jadi ini sedang kita proses," tandasnya.
Bahan baku untuk membuat rumah kayu
Sudah bukan rahasia lagi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan komoditi kayu. Hal itulah yang membuat salah satu perusahaan di Batam untum memproduksi sejumlah bahan baku yang berasal dari kayu. Pihak Marketing, Agnes Elfira menuturkan produk tersebut merupakan kombinasi antara serbuk kayu dicampur dengan plastik. "Serbuk kayunya dari plantation wood pinus," ungkap Vira kepada merdeka.com, di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, Kamis (9/10).
Harga produk tersebut pun bervariatif. Harganya tergantung dari luas ruangan yang diinginkan pembeli untuk dipasangi oleh kayu-kayu tersebut "Harganya sekitar Rp 200.000 hingga Rp 1 juta per kepingnya. Jika ditotal ya tergantung luas ruangannya," ungkap Vira. Vira mengungkapkan, pihaknya telah melakukan ekspor ke sejumlah negara seperti Vietnam, Filipina, China, India, Australia serta Afrika Selatan.
"Kalau untuk pasar lokal itu kita enggak terlalu, karena disini masih banyak kayu yang mudah didapatkan," ungkapnya. Untuk demand terbesar, lanjut Vira, yakni pembeli dari Australia, Thailand dan India. "Karena di sana kayu masih susah didaptkan," ucapnya. Sejumlah komoditi kayu tersebut mampu digunakan baik di dalam maupun luar ruangan. Untuk keunggulan produk tersebut yakni anti rayap, jika terkena air tidak mudah lapuk.
Vira menambahkan, pihaknya pun memberikan garansi minimal selama 7 tahun kepada pembelinya. Dalam TEI kali ini, lanjut Vira, pihaknya sudah menggaet konsumen asal Afrika Selatan yang disinyalir hendak menjadi distributor di negaranya.
Gitar travel produksi Bandung
Satu lagi kreativitas anak bangsa ditampilkan dalam sebuah produk gitar travel asal Bandung, Jawa Barat. Indonesia Guitar Academy memproduksi produk gitar yang dibentuk seminimalis mungkin. Hal ini memungkinkan bagi para pelancong tetap bisa membawa gitar kesayangan turut serta. Sang pemilik Hanung Squad mengungkapkan bahan baku gitar tersebut berasal dari kayu mahoni Jawa. "Gitar ini jenis elektrik," ungkap Hanung kepada merdeka.com, di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, Kamis (9/10).
Hanung mengungkapkan, bisnis gitar travel tersebut sudah digelutinya sejak 2007. Fokus pemasaran pun baru untuk pasar luar negeri. "Tapi itu baru pasar luar (asing). Karena respon mereka bagus," ucapnya. Untuk dalam negeri sendiri, lanjut Hanung, pihaknya baru melempar produk tersebut ke pasaran sejak 2012.
Hanung menambahkan, dirinya sudah melakukan ekspor ke berbagai negara seperti, Tokyo, Singapura, Hongkong, Sidney, Turkey, Frankfurt dan New York. "Ya tiap tahunnya sudah ratusanlah yang kita ekspor,"ucapnya.
Hanung menambahkan, dirinya sudah melakukan ekspor ke berbagai negara seperti, Tokyo, Singapura, Hongkong, Sidney, Turkey, Frankfurt dan New York. "Ya tiap tahunnya sudah ratusanlah yang kita ekspor,"ucapnya.
Terkait harganya, tambah Hanung, pihaknya membandrol sekitar Rp 1.975.000 untuk pasar lokal. "Pasar asing sekitar USD 499," tuturnya. Pasar asing, lanjut Hanung, mempunyai penilaian tersendiri terhadap gitar travel miliknya. "Menurut mereka dengan gitar yang didesign seperti ini termasuk harganya murah. Rata-rata kalau diluar itu harganya sekitar USD 500," ungkapnya. Selain itu, pasar asing menilai bahwa kayu yang tumbuh di tanah Indonesia sangat eksotis. Dalam Trade Expo Indonesia (TEI) kali ini, Hanung berharap masyarakat lokal tak asing dengan keberadaan produknya tersebut.
"Karena kan kalau di luar negeri itu, gitar seperti ini udah booming lama banget. Jadi sekalian untuk edukasi bahwa kita juga butuh gotar travel," paparnya. Terkait pembeli yang datang dalam TEI kali ini, tambah Hanung, dirinya sudah melayani pembeli asal Eropa. "Untuk confirm belum ada, tetapi yang sudah nanya-nanya dan tertarik itu kebanyakan dari Eropa," tutupnya.
Produk sarung diincar pasar Myanmar
Kasubdit Mitra Dialog I Direktur Asean Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan, Werdi Aryani memberi bocoran soal peluang produk lokal masuk ke pasar Myanmar. produk kerajinan tangan diyakini bakal laris manis Myanmar. Sebab, negeri seribu pagoda itu minim produk kerajinan tangan terutama pakaian.
Salah satu produk lokal yang disarankan dilempar ke Myanmar adalah sarung. "Myanmar, rata-rata di kawasan tersebut masyarakatnya menggunakan pakaian sarung. Nah bagaimana Indonesia dapat membangun diri terus dan melihat peluang itu (sarung)," ujarnya di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis (9/10).
Tidak hanya produk kerajinan tangan, peluang lain yang berpotensi digenjot untuk masuk pasar Myanmar adalah produk makanan olahan. Selama ini Indonesia rajin mengekspor makanan olahan ke Malaysia, Filipina, Singapura, Kamboja, Thailand, dan Vietnam. "Di Myanmar masih susah ditemui produk makanan olahan Indonesia," jelas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar